Sabtu, 24 Januari 2009

PEREMPUAN YANG DICINTAI SUAMIKU

This is a touchy story... gue gak ngerti apakah ini real atau fiksi, gue juga dapet dari email yang udah diforward kesana-sini. Mungkin udah pada baca tapi gue pengen re-post disini karena cerita ini luar biasa...

PEREMPUAN YANG DICINTAI SUAMIKU

Kehidupan pernikahan kami awalnya baik2 saja menurutku. Meskipun menjelang pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa mauku.
Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi kekantornya bekerja sampai subuh, baru pulang kerumah, mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workaholic.
Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja, itupun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir, memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2 seperti itu sebagai ungkapan sayang.
Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan berdua diluarpun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makanberdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu. Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran dikamar, atau main dengan anak2 kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas.

Aku mengira rumah tangga kami baik2 saja selama 8 tahun pernikahan kami. Sampai suatu ketika, disuatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek sakit dirumah sakit, karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan dirumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama meisha, temannya Mario saat dulu kuliah. Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan penuh cinta, ketika dia berbicara, seakan2 waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat2nya yang ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan mungkin serangga yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.

Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. 5 bulan lalu mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya bekerja. Aku mulai mengingat2 5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario, setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi disaat lain, dia sering termenung didepan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku tanya, dia bilang, ada pekerjaan yang membingungkan.

Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS. Aku sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,
" Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini ? tidak mau makan juga? uhh… dasar anak nakal, sini piringnya, "
lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil menyuapi Mario, tiba2 saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya. Dan….aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun !

Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya
membelakangi aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang kerumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku. Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu manis, dia bisa hadir tiba2, membawakan donat buat anak2, dan membawakan ekrol kesukaanku. Dia mengajakku jalan2, kadang mengajakku nonton. kali
lain, dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu2. Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari itu? karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya.

Suatu sore, mendung begitu menyelimuti jakarta, aku tidak pernah menyangka, hatikupun akan mendung, bahkan gerimis kemudian. Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya
keriting ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password email Papa nya, dan memanggilku, " Mama, mau lihat surat papa buat tante Meisha ?"

Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu,

*Dear Meisha,*
*Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, karena dia ibu dari anak2ku.*
*Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh2
mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik2 terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk mengisi kekosongan hatiku.. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku
menikahinya.*
*Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon2 beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti pepohonan di hutan2 belantara yang tidak pernah minta disirami, namun tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.*
*Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang lain dan aku adalah laki2 yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you are the only one in my heart.*

*yours,*
*Mario*

Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku. Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia mencintai perempuan lain.

Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan diamplop, dan aku letakkan di lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya.

Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan tabunganku yang kusimpan dari sisa2 uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar dan menjemput anak2ku. Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam2 merek tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu memintanya menikahiku karena aku malu
terlalu lama pacaran, sedangkan teman2ku sudah menikah semua. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.

Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya ? Kenapa dia tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan aku ? itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya nasibku.

Mario terus menerus sakit2an, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia mencintai perempuan itu terus didalam hatinya. Dengan pura2 tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu mencintainya.

**********

Setahun kemudian…

Meisha membuka amplop surat2 itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga.

" *Mario, suamiku….*
*Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja dikantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa diatas angin, ketika kamu hanya diam dan menuruti keinginanku… Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku…..*

*Ternyata aku keliru…. aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario.*

*Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, " kenapa, Rima ? Kenapa kamu mesti cemburu ? dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku ?"*

*Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.*

*Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan.*

*Istrimu,*

*Rima"*

Di surat yang lain,

*"………Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin es.. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Meisha……"*

Disurat yang kesekian,

*"…….Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku.*

*Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah2 padamu, aku tidak lagi suka membanting2 barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang kerumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur disamping tempat tidurmu, dirumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu bermasalah…….*

*Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya…….."*

Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya… dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu disampingnya.

Disurat terakhir, pagi ini…

*"…………..Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya dirumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai motor.*

*Saat aku tiba dirumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran
dimatamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit.*

*Tahukah engkau suamiku,*

*Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda2 cinta mulai bersemi dihatimu ?………"*

Jelita menatap Meisha, dan bercerita,

" Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat
keceriaan diwajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya. Mama memarkir motornya diseberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba2 mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi…… aku tidak sanggup melihatnya terlontar, Tante….. aku melihatnya masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak……" Jelita memeluk Meisha
dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa.

Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario
mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.

*Dear Meisha,*

*Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah2 dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba2 aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai bergetar…. Inikah tanda2 aku mulai mencintainya ?*

*Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak2ku, tapi karena dia belahan jiwaku….*

Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Rima. Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario.

*Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.*

Jakarta, 7 Januari 2009 (dedicated to my friend....may you rest in
peace...)

Jumat, 23 Januari 2009

Memandang Jakarta dari lantai 35




Jakarta terlihat kecil dari lantai 35... Deretan gedung bertingkat terlihat angkuh mengangkangi berdesaknya rumah-rumah kumuh dan kali yang keruh... Tapi langit sore itu sangat bersahabat... biru tenang tanpa awan... dan aku terpana memandangnya... dari ketinggian lantai 35... aku makin merasa kecil saja... bagaimana jika memandang dari ketinggian semesta...???

Minggu, 18 Januari 2009

Ketemu Fariz RM




Dalam program acara resmi Kenduri 80an (ulangtahun milis 80an ke 3), Nama FARIZ RM memang tidak tercantum dalam daftar. Tapi dari bisik bisik Nyai Kartaredja (guni), katanya Mas Faiz bakalan dateng ke acara meskipun belum pasti. So gue langsung bongkar-bongkar koleksi kaset gue untuk nyari kaset-kaset Fariz. Karena gue bongkar-bongkar mendadak pas udah mau jalan, gak semua koleksi kaset Fariz berhasil gue bawa, cuma yang keliatan aja gue samber. Toh Mas Faiz-nya belom tentu dateng, pikir gue. Pas nyampe acara gue tanya Elvy juga belom ada kepastian, jadi gue malah udah hampir lupa. Ehhh... ternyata Mas Faiz beneran datang... langsung lah tanpa membuang kesempatan gue bawa tuh kaset-kaset ke hadapan beliau untuk ditandatangani... lumayan lah ada beberapa kaset :) malah di kaset Soundtrack Lupus IV ada tanda tangan Netta juga secara dia juga dateng ke acara ini.
Thanks Mas Faiz.. thanks Netta... thanks juga milis nistaku tercinta...

Rabu, 14 Januari 2009

Nini Kartisem - SopSan




Kelompok SOPSAN ini ngetop di daerah Banyumas. Lagu-lagunya kocak dengan lirik yang banyumas banget.. dijamin ngakak, apalagi buat orang banyumas atau yang ngerti bahasa banyumas. Lagu NINI KARTISEM ini salahsatu favorit gue dari kelompok ini... yang suka gue dengerin kalo lagi kangen daerah asal hehehe...

Selasa, 06 Januari 2009

L'escargot de la Bastille




Makan siang tadi lumayan spesial. Gara-gara tergoda ajakan temen untuk mencoba makanan Perancis, akhirnya kita meluncur ke L'escargot de la Bastille... baru pernah gue ke tempat ini, dan letaknya juga bukan di tempat strategis, jadi begitu gue nyampe disana gue sempet under estimate secara letaknya sebelahan dengan tambal ban dan warung kelontong. Dari luar juga tempat ini terlihat gak istimewa. Tapi begitu masuk, baru berasa kalo tempat ini gak seperti yang gue kira. Suasana Perancis bener berasa, mulai dari musik yang diputar, sampai ambiance ruangannya. Gak tahan kalo ngeliat tempat asyik kayak gini nggak poto-poto... jadi sambil nunggu escargot (baca: bekicot) pesenan mateng, gue puas-puasin buat foto2. inilah hasilnya.

Senin, 05 Januari 2009

Butuh saran n kritik : my novel

Temen-temen... lagi ada ide nih buat nulis. sempet iseng ketik-ketik dan dapet satu bab. sebelum ngelanjutin kayaknya butuh tanggapan dulu nih... kira2 tulisan gue layak gak diteruskan. soalnya kata orang, sebuah cerita bakalan menarik minat buat baca kalo bagian awalnya nendang. ini gue posting bagian awalnya... cuma sebagian sih... niatnya mau gue bikin aja tiap hari kayak cerita bersambung dan dipsoting di MP... gimana tuh... judulnya belom tahu... tar aja kalo udah kelar hahaha... ini bagian awalnya...  tar kasih komen yaaaaa...

Jam setengah Sembilan malam.

                Suasana masih ramai, suara aneka jenis musik bercampur jadi satu, masing-masing terputar keras-keras dari deretan kamar kos. Ada Marylin Manson yang sahut-sahutan dengan Josh Groban dan Project Pop. Lalu suara Tompi bertubrukan dengan Evanescence dan Kangen Band. Malahan kalau lebih konsentrasi, disela-sela nyanyian tubrukan nggak jelas itu, terselip suara Wawa Marisa dengan lagunya Nasib Bunga, kalau yang itu pasti datang dari kamar Arif, anak Cilegon yang memang dangdut mania.

                Memang begitulah suasananya. Sepanjang jalan kecil di kawasan Pondok Cina, Depok, itu memang isinya deretan rumah kos. Hampir semua yang kos disitu adalah mahasiswa. Kawasan itu memang dekat dengan kampus-kampus besar, ada Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma. Bahkan mereka-mereka yang kuliah di Universitas Pancasila di Jagakarsa, atau Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) di Lentengagung juga banyak yang memilih kos di daerah itu. Tidak heran nuansa mahasiswa sangat kental di lingkungan ini, perwakilan putra daerah dari seluruh pelosok Indonesia dipastikan ada disini.

                Maka wajar saja kalau tidak ada yang protes meskipun hingar bingar tubrukan musik itu terjadi tiap malam. Satu hal yang mustahil terjadi di lingkungan perkampungan biasa.

                Suasana hingar bingar malam itu bisa terdengar jelas di sebuah kamar di kosan Pok Umi, tapi kesenyapan tiba-tiba seperti mematikan semua bunyi, dan menggantikannya dengan ketegangan yang mencekam. 4 sosok diam mematung disana. Ada Nolan yang mencoba mengatur napas sambil memandang poster Rihanna di dinding. Ada Rasky yang mencengkeram gitar tanpa berniat membunyikan satu nadapun. Bimo yang terlihat gugup dan bolak-balik membetulkan letak kacamatanya. Sementara Agu, terlihat sangat panik, napasnya terengah-engah, tubuhnya basah oleh keringat.

                “Lo koq pada diem sih ? Gimana nih !!!”

                Suara Agu akhirnya memecah keheningan dalam hingar bingar itu. Nolan, Bimo dan Rasky serentak menoleh ke arahnya. Cuma sepersekian detik, karena Nolan kembali memandangi Rihanna meskipun pikirannya tidak ada disana. Rasky makin erat mencengkeram gitar.. dan Bimo kembali membetulkan letak kacamata, sambil matanya melirik kearah tangan Agu. Ada lumuran darah disana, merah segar, merah yang lebih mengerikan dari merah darah yang ada di film-film horror. Mata Bimo mengalihkan pandangan dari sana, dia tidak sanggup membayangkan bagaimana tangan itu…

                “Kita ke kantor Polisi !”

                Bimo berkata tegas. Nolan mengangguk. Rasky mengedipkan mata setuju. Agu melotot.

                “Gila lo !! berapa tahun gue bakal di dalem ?? semester depan gue skripsi..”

                “Terus lo mau ngapain ?  udah tahu semester depan skripsi ngapain lo bertindak nggak waras kayak gini !!”

                Nolan berkata lantang. Bibirnya sampai bergetar menahan emosi.

                “Kenapa sih lo bisa gila kayak gini, Gu ? kenapa harus gini ??” Bimo menimpali dengan suara tidak kalah gemetar. Sementara Rasky masih tetap diam.

                Agu menghela napas gelisah. Tatap matanya nyalang seperti mencari perlindungan. Diacaknya rambutnya yang keriting sehingga lumuran darah itu membasahi sebagian kepalanya. Tiga yang lainnya kembali mengalihkan pandangan, tidak sanggup menatap kepala Agu yang kini sebagian berwarna merah.

                “Terus apa rencana lo, Gu ?” Rasky akhirnya angkat bicara.

                “Gue mau kabur..”

                “Sinting lo !!” Bimo menggelengkan kepalanya, lalu melepas kacamata dan memijit dahinya yang tiba-tiba terasa pening.

                “Gue nggak setuju, Gu” Nolan menyambar. “Kita anterin lo ke Polisi. Lo harus nyerahin diri. Dengan cara itu lo bakalan tenang meskipun lo harus ngabisin waktu lo di penjara. Kita akan terus support lo, kita akan nungguin lo sampe keluar..”

                “Gue nggak mau dipenjara. Titik.”

                “Gu !!” Rasky mencoba bicara tenang. “Kalo lo pengen kabur, mau kabur kemana ? terus mau ngapain ? apa dengan kabur hidup lo bakalan tenang ? nggak bakalan deh… gue yakin lo bakalan kesiksa karena dikejar-kejar rasa bersalah, dan itu nggak bakalan berhenti mau kemanapun lo sembunyi. Kalo udah gitu nggak ada yang bisa nolongin, termasuk kita bertiga..”

                Kembali hening dalam hingar bingar.

                Dan keheningan itu terasa semakin mencekam.

                Mereka selama ini selalu bersama. Sejak kecil mereka terbiasa menghabiskan suka dan duka bersama. Mereka bahkan tidak ingat lagi sejak kapan mereka selalu bersama. Dulu mereka pernah tinggal satu kompleks di Tebet. Sejak mereka bisa mengingat, mereka selalu berempat. Masa TK dan SD dilalui bersama. SMP mulai berpencar. SMA lebih berpencar lagi karena keluarga Agu pindah rumah ke Cipete, dan keluarga Bimo pindah ke pinggiran Bekasi. Tapi mereka masih tetap bersatu.

                Bahkan ketika kuliah, mereka memilih kuliah di tempat yang berdekatan supaya bisa terus bersama. Nolan kuliah di Sastra Inggris UI, Agu di Manajemen Informatika Universitas Gunadarma, Bimo di Fakultas Hukum Universitas Pancasila, dan Rasky di Hubungan Internasional IISIP Jakarta. Mereka kemudian kos di tempat yang sama, 4 kamar dalam satu sudut berhadapan, di kosan Pok Umi di jalan Pinang, Margonda Raya, Depok.

                Persahabatan mereka sudah sangat teruji. Berantem-berantem dan konflik diantara mereka sering terjadi, dan selalu bisa diatasi. Tapi mereka belum pernah mengalami goncangan sehebat ini !

Sepuluh menit lalu Nolan, Bimo dan Rasky masih tertawa-tawa sambil genjrang genjreng main gitar di kamar Bimo. Dari kamar sebelah, kamar Agu, Larc n Ciel terputar kencang-kencang, sehingga tidak terdengar suara-suara lain dari sana. Semuanya serba biasa, sampai tiba-tiba Agu menyeruak masuk kamar Bimo sambil terengah-engah. Wajahnya pias, keringat bercucuran, mulut ternganga tapi tanpa suara, dan tangannya… tangannya menggenggam pisau berlumuran darah..

                Tanpa bertanya, Nolan, Bimo dan Rasky melesat ke kamar Agu, dan disana mereka serempak istighfar. Di ranjang tergolek tubuh Mita, dengan mata melotot mengerikan dan leher menganga mengucurkan darah segar.

                Mita sudah mati.