| Rating: | ★★★★ |
| Category: | Movies |
| Genre: | Drama |
Sutradara : Nurman Hakim
Penata Musik : Djaduk Ferianto
Produser : Nan Achnas, Nurman Hakim, Adiyanto Sumarjono
Produksi : Triximages
Pemain : Nicholas Saputra, Dian Sastrowardoyo, Yoga Pratama, Yoga Bagus Satatagama, Brohisman, Hessa Nurhayati, Butet Kartaredjasa, Jajang C. Noor
Melihat perkembangan film nasional belakangan ini memang terlihat menggembirakan. Terlepas dari sisi kualitas yang masih terus dipertanyakan, setidaknya kuantitas produksi yang terus meningkat menandakan bahwa film Indonesia sudah kembali menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Jadi meskipun tema hantu-hantuan dan komedi seks masih berseliweran di bioskop, tapi munculnya beberapa film dengan tema yang berbeda menjadi semacam penyegaran, salahsatunya adalah 3 DOA 3 CINTA. Film yang ditulis dan disutradarai oleh sineas muda NURMAN HAKIM ini mengambil tema yang jarang disentuh, tentang dunia pesantren. Bukan sekadar tempelan setting, tapi film ini memang sepertinya ingin mengungkap ada apa dibalik pagar pesantren, kehidupan para santri, usaha pimpinan pondok yang mencari ‘pewaris’ dengan berbagai cara, bagaimana juga pesantren bisa disusupi oleh gerakan Islam radikal, atau bahkan juga pelecehan seksual di pesantren. Semua itu dikemas dalam gambar-gambar yang sederhana tapi kaya makna, serta akting para pemain yang terjaga.
Adalah tiga sahabat : Huda (Nicholas Saputra), Rian (Yoga Pratama) dan Sahid (Yoga Bagus), mereka baru saja menyelesaikan masa mondok mereka di pesantren dan masing-masing punya cita-cita sendiri. Huda berkeinginan mencari sang Ibu yang meninggalkannya ke Jakarta tanpa kabar. Rian ingin meneruskan usaha studio foto milik almarhum ayahnya, serta Sahid yang ingin mati syahid sesuai dengan namanya. Mereka bertiga selalu menuliskan cita-cita dan harapan mereka di sebuah tembok tersembunyi di belakang pondok. Dalam perjalanan mencapai cita-cita mereka itu, berbagai kejadian mewarnai, dari yang lucu, sedih, sampai tragis. Semua itu terbingkai oleh sebuah handycam milik Rian yang menjadi saksi berbagai kejadian tak terduga, yang bahkan berujung ke kepolisian dan penjara.
Mungkin banyak orang yang mempunyai espektasi lebih ketika menyaksikan poster film ini yang memajang nama dan foto besar NICHOLAS SAPUTRA dan DIAN SASTROWARDOYO. Di benak kita mungkin akan terbayang film drama ala AYAT AYAT CINTA yang dimainkan oleh duo yang melejit lewat ADA APA DENGAN CINTA itu. Sampai sepertiga bagian film, barangkali kita juga masih mengharapkan kalau akhirnya dua tokoh itu bakal benar-benar jadian. Tapi ketika sepertiga terakhir film dan tempo bergerak cepat, lalu kita ‘digoda’ lagi dengan harapan itu ketika di penghujung film tokoh Dona (Dian Sastrowardoyo) dimunculkan lagi. Bagi yang punya espektasi itu mungkin bisa saja kecewa. Apalagi yang mengharapkan cerita romansa yang bikin termehek-mehek. Kita memang disuguhi adegan yang menyiratkan bagaimana sebenarnya cinta antara Huda dan Dona tumbuh. Chemistry antara mereka terlihat alamiah dan sebenarnya indah. Barangkali hal itu yang membuat kita ‘kecewa’ pada ending kisah mereka. Tapi memang begitulah, film ini memang bukan film drama romantis.
Film ini lumayan cermat dalam hal-hal kecil. Setting waktu film ini terjadi pada tahun 2001, dan itu benar-benar diperhatikan. Ketika scene Huda memegang uang, terlihat uang kertas pecahan 500 dan 1000 rupiah yang sudah tidak berlaku lagi sekarang, sehingga benar-benar mengesankan setting film itu bukan kekinian. Bahkan ketika scene di warung dan TV menyala, logo SCTV yang muncul juga masih menggunakan tagline NGETOP, itu adalah tagline yang dipakai saat itu. Meskipun mungkin tidak begitu diperhatikan penonton, tapi diperhatikannya detil-detil kecil semacam ini membuktikan keseriusan kerja awak film. Keseriusan lain adalah upaya para pemain film untuk lebur dengan tokoh yang mereka mainkan. NICHOLAS SAPUTRA berhasil bertransformasi menjadi sosok santri yang santun, dengan penguasaan bahasa jawa yang mengagumkan (entah kalau memang Nico bisa berbahasa jawa ?). Saya juga tidak tahu apakah Nico seorang muslim atau bukan, tapi kalau Nico bukan seorang muslim, kemampuannya memerankan seorang santri di film ini layak diacungi jempol. Yang juga membuat kejutan adalah DIAN SASTROWARDOYO. Meskipun medok jawanya tidak begitu pas dan terlihat dibuat-buat, tapi totalitasnya menjadi penyanyi dangdut keliling dengan nama panggung DONA SATELIT sungguh mengejutkan. Bukan hanya bernyanyi dangdut dengan suaranya sendiri, tapi juga goyangan panggungnya benar-benar mencitrakan penyanyi dangdut panggung pasar malam. Lagu yang dibawakannya juga sangat ‘meracuni’ telinga, dengan lirik “Demi cita –cita… kurela tinggalkan cinta…” langsung tertancap di memori. Dibandingkan dengan TITI KAMAL dalam MENDADAK DANGDUT, boleh dibilang penampilan Dian lebih dangdut dari segi suara dan goyangan.
Tokoh lain juga tidak kalah cemerlang. Sosok RIAN berhasil dimainkan cemerlang oleh YOGA PRATAMA, tidak heran dia berhasil menggondol piala citra FFI 2008 untuk aktor pembantu terbaik. YOGA BAGUS yang memerankan SAHID juga tidak mengecewakan. Begitu juga dengan penampilan para bintang tamu seperti BUTET KARTARADJASA atau JAJANG C. NOOR, mereka bermain pas sesuai karakter. Dan meskipun sebagian besar pendukung film ini adalah nama-nama baru, tapi akting mereka bisa ‘dijaga’ dengan baik oleh sang sutradara.
Meskipun ending film ini membuat dahi berkerut karena memang sangat menggantung, tapi film ini membawa banyak pesan moral. Sindiran-sindiran soal fenomena poligami juga ditampilkan di film ini dengan halus tapi menohok. Film ini juga berhasil memotret bagaimana kejadian di sebuah pesantren yang mungkin masih gelap bagi mereka yang tidak pernah masuk ke dalamnya.
3 DOA 3 CINTA… 4 BINTANG dari saya…




